Jumat, 28 November 2014

Raining Spell For Love [Eps. 01]



Guntur
Aku bertemu dengannya dua tahun yang lalu. Kalau tidak salah, hari itu dia sedang kehujanan. Dia menepi sambil mengelap baju dan juga rambut panjangnya menggunakan sapu tangan merah jambu. Padahal kejadian itu sudah berlalu selama dua tahun, tapi ternyata ingatanku masih bagus juga, hingga untuk detail motif yang menghiasi sapu tangannya.
Aku juga masih ingat bagaimana akhirnya aku bisa berbicara dengannya, sekedar bertanya apa dia butuh tumpangan.

“Apa kau butuh tumpangan ?” tanyaku padanya. Karena aku bukan tipe orang yang suka berbasa-basi dulu, jadi aku langsung to the point saja padanya. Untunglah dia tidak menganggapku gila atau cari perhatian. Sebaliknya, dia merespon dengan baik.

Dia tersenyum padaku. “Kalau kamu tidak keberatan.” Mungkin karena waktu itu sudah larut malam atau karena dia takut sendirian, akhirnya dia mau. Entah terpaksa atau tidak. Yang pasti aku tidak bisa menyembunyikan perasaan senangku saat itu. Wow, bahkan dia sama sekali tidak mencurigaiku, apakah aku ini penjahat atau orang baik.

Itulah pertemuan singkatku dengannya. Yang kuketahui selanjutnya, ternyata dia satu kantor denganku. Hanya saja aku dibagian distributor sedangkan dia bagian administrasi. Setelah kejadian itu, aku selalu bertemu dengannya. Ah… salah, maksudnya aku memang sengaja menemuinya. Mencari-cari waktu disela-sela pekerjaan untuk menemuinya, entah itu untuk sekedar menyapa atau melihat wajahnya.

Namanya, Julia. Gadis baik yang memiliki paras cantik —di mataku. Dia adalah gadis yang supel, ceria dan suka menolong. Dia adalah tipe wanita idaman para lelaki untuk dijadikan istri, tidak terkecuali aku.

Julia
            Hari ini, tepat dua tahun kematianku. Dan hari ini pula, aku akan menagih janji yang diberikan malaikat kematianku dulu. Menunggu selama dua tahun bukanlah hal yang mudah. Dikurung ditempat yang sempit dan pengap serta gelap. Tempat ini sangat menyesakkan. Aku benar-benar menunggu hari itu tiba. Dan akhirnya, hari itu datang juga.
           
“Aku akan mengabulkan 4 permintaanmu, sesuai janjiku dua tahun silam. Jadi apa yang kau inginkan ?” suara malaikat maut terdengar langsung di dalam pikiranku. Tangannya membawa sabit dengan tangkai baja panjang. Sekarang ini, aku bahkan tidak takut lagi dengan sabit yang selalu dibawanya itu.

            “Pertama, aku ingin nyawaku. Kedua, nyawaku. Ketiga, nyawaku. Dan yang terakhir dan paling penting dalam hidupku. Nyawaku. KEMBALIKAN NYAWAKU.” Kataku, tegas dan sedikit berteriak dihadapannya. Aku sudah lepas kendali.
           
“Itu bukan sebuah permintaan. Aku tidak akan mengabulkannya.” Jawab malaikat itu dengan suara menggelegar di telingaku. Ahh… rasanya kupingku bisa tuli karena suaranya itu.
           
“Hei! Kau curang. Kau bilang akan mengabulkan permintaanku. Apapun itu seharusnya kau mengabulkannya.” Aku berteriak marah padanya. Aku melakukan semua yang di inginkannya. Mendekam di ruangan sempit menyesakkan itu selama dua tahun juga demi 4 permintaan yang nantinya akan dikabulkan olehnya. Tapi kenapa sekarang dia tidak mau mengabulkannya ? Bukankah itu sebuah kecurangan ?

            “Mengembalikan nyawamu adalah sebuah kemustahilan. Kau sudah mati dan itu takdir. Jadi, akan ku ulangi sekali lagi, apa keinginanmu ?” kembali malaikat maut itu bertanya padaku. Suaranya mulai melembut. Tapi aku tidak akan tertipu. Tidak untuk kesekian kalinya.

            “AKU INGIN NYAWAKU.” Kataku, kembali berteriak. Rasanya tenagaku terkuras habis hanya karena berteriak beberapa kali saja. Hanya inikah energi yang dimiliki hantu sepertiku ?

            “Kau sungguh keras kepala. Seharusnya kau bersyukur karena kau mendapatkan kesempatan langka seperti ini dibandingkan yang lainnya. Kau tahu itu bukan ?”

            Perkataan itu lagi. Berapa kali dia berkata seperti itu.
            Perkataan ampuh yang langsung membuatku bungkam. Ahh… sulit rupanya berdebat dengan seorang malaikat. “Baiklah. Pertama, aku ingin hidup lagi, sebagai diriku sendiri. Bukan meminjam tubuh orang lain. Tapi, aku. Aku sendiri.”

            “Ada lagi ?”
            “Kedua, aku juga ingin hidup selama kurang lebih satu minggu ? Mudah kan ?”
            “Empat hari. Hanya empat hari dan kau akan menghilang.”
            “Lima hari. Bagaimana ?” aku sedang bernegosiasi dengannya, dan itu tidak mudah. Begitu banyak masalah sebelum aku meninggal dulu. Aku ingin menyelesaikannya, dan menghilang —terpaksa.
           
“Dua hari.” Terangnya.
            “Hei! Bagaimana bisa kau memangkasnya begitu banyak. Kau curang.”
            “Satu hari.” Dia bahkan tidak memedulikan ucapanku barusan.
           
“Baiklah. Dua hari. Kelihatannya cukup untuk meluruskan berbagai masalah yang timbul sebelum aku meninggal dulu. Ketiga, jangan hapus ingatannya tentangku walaupun aku sudah menghilang setelah menemuinya nanti. Dan yang terakhir, tolong berikan seseorang yang mampu mendampinginya, agar dia bisa melupakanku.” Aku ingin dia hidup dengan layak dan tidak terus-terusan memikirkan tentang kesalahannya. Karena penyebab kematianku tidak sepenuhnya kesalahannya.

“4 permohonanmu diterima. Sekarang bersiaplah.” Kata malaikat maut, dia lalu menyodokkan gagang sabitnya langsung ke arahku. Rasanya tidak sakit, melainkan menyerupai sentakan aneh yang menyengat. Setelahnya, malaikat itu menghilang.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Miss Romances Book Published @ 2014 by Ipietoon