Sabtu, 10 Januari 2015

Review a Love at First Sight



“Lebih baik pernah memiliki sesuatu yang bagus lalu kehilangannya, atau tidak pernah memilikinya?” (hlm. 94)


Judul : a Love at First Sight — cinta pada pandangan pertama
Nama Penulis : Jennifer E. Smith
Penyunting : Ikhdah Henny
Perancang Sampul : Reina S.
Ilustrasi Sampul : Shutterstock
Pemeriksaan Aksara : Neneng & Veronika Neni
Penerbit : Qanita
Penata Aksara : Gabriel
Tanggal Terbit : Januari 2013
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-9397-64-2

Book Blurd
“Mengingatkan kita tentang kekuatan nasib dengan cara yang hangat dan menakjubkan… rangkaian tulisan yang dalam dan menawan tentang bagaimana rasanya jatuh cinta.”
—The New York Times Book Review
“Kisah yang mendetail dan menyentuh tentang cinta, serta keluarga… Pendalaman dari Smith membuat perasaan sakit hati dan kehilangan yang dialami Handley menjadi begitu nyata, senyata keajaiban jatuh cinta.”
—Kirkus

Handley Sullivan seperti mengalami mimpi buruk saat dia ketinggalan pesawat ke London. Tapi Oliver, cowok Inggris yang keren, mengubah kesialan Handley menjadi sebuah kisah romantis. Mereka bertemu di bandara, secara kebetulan duduk bersebelahan dalam penerbangan susulan Handley. Dimulailah bincang-bincang yang langsung mendekatkan keduanya : tentang Dickens, kue pretzel, awan kumulus, hingga pernikahan.

Setibanya di London, keduanya terpisah satu sama lain. Namun, Handley telah merindukan Oliver dan bertekad untuk mencari cowok itu. Permasalahannya, London bukanlah kota kecil, terlebih bertualang dengan kereta bawah tanah dan menyusuri gang-gang tua tak dikenal bukanlah keahlian Handley. Berhasilkah Handley menemukan cinta pertamanya?


My Reviews
“Siapa sangka empat menit bisa mengubah segalanya?” (hlm. 10)

That right. Mungkin tidak empat menit, coba kalau semenit saja, mungkin kita bisa terlambat sekolah. Atau yang lebih parah ketinggalan kereta atau bus yang ingin kita tumpangi. Waktu itu sungguh berarti, dan begitu juga yang dialami oleh Handley Sullivan —gadis Connecticut berusia 18 tahun. Gara-gara percobaan kaburnya —dari acara pernikahan ayahnya. Mulai dari menunda-nunda saat mencoba gaun sampai acara bukunya tertinggal, mungkin dia tidak mengalami yang namanya menunggu penerbangan ulang setelah tertinggal di penerbangan yang pertama.

Tapi untungnya, ada seorang cowok Inggris keren —menurut saya sendiri, sebut saja namanya Oliver, yang akhirnya menemaninya sepanjang penjalanan di dalam pesawat. Wah, romantis kan?

Apalagi cowok itu juga mau membawakan koper Handley. Well, itu tentu membuat Handley tidak akan bosan selama perjalanan menuju London. Dan oh, selama 7 jam. Okay, bisa kita bayangkan bagaimana jika kita sendiri harus berada di dalam pesawat selama 7 jam dan tidak mengenal sisi kanan dan kiri kita? Membosankan, tentu saja! Handley, kau sungguh beruntung bertemu Oliver, dan memang benar aku sedikit iri denganmu.

Dan mereka tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Mulai dari Dickens, kue pretzel, awan cumulus, pernikahan hingga lalat yang mereka sebut sebagai “Si Penumpang Gelap.”

Well, aku cukup senang dengan konfik dalam cerita ini. Sebuah drama keluarga dalam balutan keromantisan yang membuat saya senyum-senyum sendiri sepanjang membaca ceritanya. Handley juga mampu mengajakku berkeliling London dengan gaun ungu lembutnya, menjelajahi kota London untuk menemukan Oliver. Perjalanan yang menyenangkan, friend! Dan aku menikmatinya, really.

“Orang-orang yang bertemu di bandara lebih mungkin jatuh cinta dengan presentase tujuh puluh dua persen, daripada bertemu di tempat lain.” (hlm. 315)

Cinta pada pandangan pertama? Sebenarnya kurang percaya apakah di dalam kehidupan nyata memang ada, karena aku sendiri belum pernah mengalaminya. Tapi dengan kehadiran Handley dan Oliver, membuatku setidaknya bisa merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Thank’s Oliver and Handley, kalian memang pasangan yang sempurna!

Saya sangat senang bisa bertemu dengan Oliver dan Handley dalam kisah cinta yang dibalut keromantisan ini. Sungguh suguhan yang membuat hati rasanya melayang mengingat setiap detail kejadian yang menimba Handley sebelum akhirnya bertemu untuk ketiga kalinya dengan Oliver, lebih terpatnya tanpa segaja. Dan tentang kalimat di akhir cerita yang diucapkan oleh Oliver, aku setuju.

“Tahu, nggak, orang-orang yang bertemu pada setidaknya tiga kesempatan berbeda dalam rentang dua puluh empat jam, sembilan puluh delapan persen berpeluang untuk bertemu kembali?” (hlm. 316)



0 komentar:

Posting Komentar

 

Miss Romances Book Published @ 2014 by Ipietoon