Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Maret 2015

[Review] Pre Wedding in Chaos



 
Judul : Pre Wedding in Chaos
Penulis : Elsa Puspita
Penyunting : Pratiwi Utami
Perancang Aksara : Septi Ws, Intan Sis
Penata Aksara : Endah Aditya
Penerbit : Bentang Pustaka
Tanggal Terbit : Oktober 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-291-056-5





“Nyatuin dua kepala itu nggak pernah gampang, makanya kompromi harus selalu di barisan terdepan dalam hal apa pun”—hal. 209

Hubungan selama apa pun, lima tahun, tujuh tahun atau yang lebih lama lagi sembilan tahun belum tentu bisa menyatukan dua insan manusia yang sedang jatuh cinta untuk bisa menikmati indahnya pernikahan. Apalagi jika diantara mereka, ego saling berkuasa dan mempengaruhi masing-masing agar tidak mau mengalah.

Begitulah yang dialami oleh Aria dan Raga. Meskipun mereka sudah menjalani hubungan selama sembilan tahun, tidak menutup kemungkinan bahwa saat persiapan pernikahan banyak permasalahan yang mereka hadapi. Konsep acara, undangan, pakaian, catering.

Apalagi Aria memandang skeptic pernikahan, setelah apa yang dialami oleh kedua kakaknya yang bisa dibilang mengalami pernikahan tidak sempurna. Reza, kakak sulungnya menikah kali pertama di usia sembilan belas tahun karena pacarnya hamil duluan. Lalu, kakak keduanya, Mayang yang menikah dengan laki-laki yang sudah beristri. Mungkin itulah alasan mengapa Aria enggan untuk menikah. Dia tidak ingin di poligami, apalagi kalau sampai suaminya mengatur-mengatur hidupnya. Dia ingin Raga sampai menghalanginya untuk bertemu dengan sahabat-sahabatnya, Nessa, Mona dan Adit.


Belum cukup sampai disitu, mereka juga dihadapkan pada masalah yang lebih klimaks dari pada itu. Aria benci dengan anak kecil. Dia akan selalu menghindar jika sudah berada di dekat anak kecil. Menurutnya sisi manis anak kecil itu cuma tipuan, wajah mereka yang sok imut itu nggak lebih dari sekedar jebakan biar kita —para orang dewasa— menurut dengan mereka. Pertengkaran mereka selalu terjadi hampir setiap hari. Ego masing-masing selalu menonjol untuk menang, diantara Raga dan Aria tidak ada yang ingin mengalah. Ternyata mengenal seseorang selama apa pun belum tentu bisa mengenalnya luar-dalam.


Suguhan cerita yang mengingatkan kita bahwa selama apa pun sebuah hubungan terjalin, tidak dipungkiri hubungan itu akan tetap berakhir jika kata cinta sudah tidak ada di dalam hati setiap jiwa.

Awal pertama, penulis menyuguhkan kisah yang menurut saya cukup enak untuk dibaca. Tentang sebuah persiapan pernikahan dengan gejolak keraguan di pihak mempelai wanita. Merasa kurang srek dengan apa yang dilakukannya, tapi kurang pantas juga jika akhirnya harus diakhiri. Alur ceritanya mengalir pelan tapi pasti. Saya sampai sempat bingung kenapa bisa secepat itu membaca novel, mungkin karena merasa nyaman dengan alurnya.

Tapi saya agak kecewa dengan penuntasan akhir cerita, menurut saya terlalu terburu-buru dan kesannya dipaksakan. Emosi saya yang sempat dibuat naik-turun langsung menguap begitu saja saat mencapai akhir cerita. Konflik terbesar yang terjadi di bagian akhir buku pun entah kenapa tidak mampu mencapai klimaksnya, dan apa yang terjadi pada kedua tokoh utama setelah konflik berlalu hanya mampu membuat saya membatin, “Ealah, cuma begitu doang to???”


“Kalau menurut gue, sih, hidup itu tuh, kayak permainan. Ada tahap-tahap yang harus kita lewatin buat naik level. Level pertama pas baru lahir. Terus, belajar tengkurap, merangkak, berdiri, jalan, sampai akhirnya bisa lari. Level selajutnya tingkatan sekolah, kuliah, kerja. Habis itu nikah. Di part nikah, levelnya adaptasi dan punya anak. Kalau lagi main game dan lo stuck di level itu-itu aja, apa lo nggak bosen, terus berhenti main?”—hal. 218

Suka dengan karakter Raga yang bisa dibilang cukup dewasa dibandingkan Aria yang menurutku malah kekanak-kanakan. Dia bisa membimbing Aria dan tidak terlalu menuntut Aria dalam hal apa pun. Walaupun dia harus rela menunggu Aria selama sembilan tahun. Sembilan tahun itu bukan waktu yang singkat lho! Jadi salut banget. Balutan kisah romance dan ketegangan yang disajikan penulis membuat saya cukup puas. Karena ya, saya memang tidak terlalu suka kisah romance yang terlalu mengumbar kemesraan saja.

Tidak pernah menyangka akan disuguhkan ending yang mengejutkan —saya sampai shock— saat sampai apa Epilog cerita. Saya pikir masalah-masalah yang dihadapi para tokoh utama bisa diselesaikan. Dan mereka bisa menikah tentunya—itu sebenarnya harapan saya—. Tapi penulis membalikkan semuanya, membuat khayalan saya tentang dua tokoh utama yang akhirnya bahagia itu sirna. Mungkin karena saya sudah masuk dalam cerita jadinya agak kecewa juga.

Satu hal yang saya bisa ambil dari sini, bahwa kisah romance tidak selalu melulu harus bahagia, indah dan menyenangkan karena kesedihan, keegoisan, kemarahan selalu berbalut dan ada dalam kisah romance itu sendiri. Dan mereka selalu jadi satu paket yang tidak bisa dipisahkan —tentunya.

“When life is well, say thank you and celebrate, and when life is blitter, say thank you and grow.” —Shauna Niequist

Sabtu, 10 Januari 2015

Review a Love at First Sight



“Lebih baik pernah memiliki sesuatu yang bagus lalu kehilangannya, atau tidak pernah memilikinya?” (hlm. 94)


Judul : a Love at First Sight — cinta pada pandangan pertama
Nama Penulis : Jennifer E. Smith
Penyunting : Ikhdah Henny
Perancang Sampul : Reina S.
Ilustrasi Sampul : Shutterstock
Pemeriksaan Aksara : Neneng & Veronika Neni
Penerbit : Qanita
Penata Aksara : Gabriel
Tanggal Terbit : Januari 2013
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-9397-64-2

Book Blurd
“Mengingatkan kita tentang kekuatan nasib dengan cara yang hangat dan menakjubkan… rangkaian tulisan yang dalam dan menawan tentang bagaimana rasanya jatuh cinta.”
—The New York Times Book Review
“Kisah yang mendetail dan menyentuh tentang cinta, serta keluarga… Pendalaman dari Smith membuat perasaan sakit hati dan kehilangan yang dialami Handley menjadi begitu nyata, senyata keajaiban jatuh cinta.”
—Kirkus

Handley Sullivan seperti mengalami mimpi buruk saat dia ketinggalan pesawat ke London. Tapi Oliver, cowok Inggris yang keren, mengubah kesialan Handley menjadi sebuah kisah romantis. Mereka bertemu di bandara, secara kebetulan duduk bersebelahan dalam penerbangan susulan Handley. Dimulailah bincang-bincang yang langsung mendekatkan keduanya : tentang Dickens, kue pretzel, awan kumulus, hingga pernikahan.

Setibanya di London, keduanya terpisah satu sama lain. Namun, Handley telah merindukan Oliver dan bertekad untuk mencari cowok itu. Permasalahannya, London bukanlah kota kecil, terlebih bertualang dengan kereta bawah tanah dan menyusuri gang-gang tua tak dikenal bukanlah keahlian Handley. Berhasilkah Handley menemukan cinta pertamanya?


My Reviews
“Siapa sangka empat menit bisa mengubah segalanya?” (hlm. 10)

That right. Mungkin tidak empat menit, coba kalau semenit saja, mungkin kita bisa terlambat sekolah. Atau yang lebih parah ketinggalan kereta atau bus yang ingin kita tumpangi. Waktu itu sungguh berarti, dan begitu juga yang dialami oleh Handley Sullivan —gadis Connecticut berusia 18 tahun. Gara-gara percobaan kaburnya —dari acara pernikahan ayahnya. Mulai dari menunda-nunda saat mencoba gaun sampai acara bukunya tertinggal, mungkin dia tidak mengalami yang namanya menunggu penerbangan ulang setelah tertinggal di penerbangan yang pertama.

Tapi untungnya, ada seorang cowok Inggris keren —menurut saya sendiri, sebut saja namanya Oliver, yang akhirnya menemaninya sepanjang penjalanan di dalam pesawat. Wah, romantis kan?

Apalagi cowok itu juga mau membawakan koper Handley. Well, itu tentu membuat Handley tidak akan bosan selama perjalanan menuju London. Dan oh, selama 7 jam. Okay, bisa kita bayangkan bagaimana jika kita sendiri harus berada di dalam pesawat selama 7 jam dan tidak mengenal sisi kanan dan kiri kita? Membosankan, tentu saja! Handley, kau sungguh beruntung bertemu Oliver, dan memang benar aku sedikit iri denganmu.

Dan mereka tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Mulai dari Dickens, kue pretzel, awan cumulus, pernikahan hingga lalat yang mereka sebut sebagai “Si Penumpang Gelap.”

Well, aku cukup senang dengan konfik dalam cerita ini. Sebuah drama keluarga dalam balutan keromantisan yang membuat saya senyum-senyum sendiri sepanjang membaca ceritanya. Handley juga mampu mengajakku berkeliling London dengan gaun ungu lembutnya, menjelajahi kota London untuk menemukan Oliver. Perjalanan yang menyenangkan, friend! Dan aku menikmatinya, really.

“Orang-orang yang bertemu di bandara lebih mungkin jatuh cinta dengan presentase tujuh puluh dua persen, daripada bertemu di tempat lain.” (hlm. 315)

Cinta pada pandangan pertama? Sebenarnya kurang percaya apakah di dalam kehidupan nyata memang ada, karena aku sendiri belum pernah mengalaminya. Tapi dengan kehadiran Handley dan Oliver, membuatku setidaknya bisa merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Thank’s Oliver and Handley, kalian memang pasangan yang sempurna!

Saya sangat senang bisa bertemu dengan Oliver dan Handley dalam kisah cinta yang dibalut keromantisan ini. Sungguh suguhan yang membuat hati rasanya melayang mengingat setiap detail kejadian yang menimba Handley sebelum akhirnya bertemu untuk ketiga kalinya dengan Oliver, lebih terpatnya tanpa segaja. Dan tentang kalimat di akhir cerita yang diucapkan oleh Oliver, aku setuju.

“Tahu, nggak, orang-orang yang bertemu pada setidaknya tiga kesempatan berbeda dalam rentang dua puluh empat jam, sembilan puluh delapan persen berpeluang untuk bertemu kembali?” (hlm. 316)



Selasa, 09 Desember 2014

Review Finally You



“Whenever I go, I always want to go home. I guess you’re… my home.” (hlm. 274)
cover depan
 cover belakang

Judul : Finally You
Nama Penulis : Dian Mariani
Editor : Herlina P. Dewi
Proof Reader : Weka Swasti
Desain Cover : Teguh Santosa
Layout Isi : Deeje
Penerbit : Stiletto Book
Tanggal Terbit : Juni 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-7572-28-7




Luisa dan Raka, dipersatukan oleh luka.
Luisa yang patah hati setelah ditinggal Hans, memilih menghabiskan waktunya di kantor sampai malam. Bekerja tak kenal lelah. Siapa sangka, ternyata bos di kantornya juga baru putus cinta. Mereka sama-sama mencari pelarian. Mengisi waktu-waktu lengang selepas jam lembur dengan menyusuri jalan-jalan padat ibu kota. Berdua. Membagi luka dan kecewa.

Antara bertahan pada kenangan, atau membiarkan waktu yang menyembuhkan. Baik luisa ataupun Raka membiarkan hubungan mereka berjalan apa adanya. Hubungan yang dewasa tanpa ungkapan cinta. Mungkin rasa aman dan nyaman bersama kenangan, membuat Luisa dan Raka malas menyesap rasa baru dalam hubungan mereka.

Namun, bagaimana jika seiring berjalannya waktu, Raka mulai benar-benar jatuh cinta ketika Luisa justru sedang berpikir untuk kembali kepada Hans? Ternyata bukan tentang waktu. Bukan juga tentang masa lalu. Ini tentang menemukan orang yang paling tepat dalam hidupmu.



Luisa patah hati setelah ditinggal Hans, sedangkan Raka juga mengalami hal yang sama yaitu ditinggal oleh Saskia. Mereka sama-sama dipertemukan oleh luka.
Tapi…
Apakah mereka sendiri bisa bersama dengan meninggalkan masa lalu?


Finally you menceritakan tentang bagaimana dua insan manusia mencoba untuk bangkit dari keterpurukan masa lalu tentang cinta. Sebut saja Luisa Adrea, setelah putus dari Hans, dia jadi lebih sering lembur. Segaja mencari kesibukan agar langsung tidur setibanya di rumah. Tak perlu memikirkan apa-apa ataupun siapa-siapa. Dengan begitu dia berharap akan lebih cepat melupakan Hans.

Pertemuan pertama Luisa dengan Raka Yudhistira Leonard— Manufacture General Manager terjadi secara tidak sengaja saat Raka salah memutar nomor extention Cynthia menjadi Luisa. Dan pertemuan kedua mereka yang terjadi secara tidak segaja juga, saat Luisa berada di mall dan bertemu Hans dan Gina—pacar baru Hans. Untunglah Raka ada disana dan menyelamatkan Luisa dari tatapan aneh Hans dan Gina.

“Kamu memperlakukan saya seperti manusia. Bukan seperti atasan. Atau orang yang punya kedudukan di kantor.” (hlm. 66)

Bermula dari makan malam sepulang kantor yang tidak disegaja, berlanjut ke makan malam bersama selepas lembur yang menjadi rutinitas baru Raka dan Luisa. Diawali dengan email dan i-message, dan diakhiri dengan adegan Luisa mengendap-endap turun ke parkiran basement. Luisa selalu menyarankan untuk bertemu di tempat parker, bukan di lantai mereka atau bahkan di lobi kantor. Semuanya berjalan secara perlahan.

Sampai akhirnya Raka mengatakan ‘saya sayang sama kamu. I do care for you.’ Yang membuat Raka dan Luisa akhirnya resmi pacaran. Tapi tanpa mereka sadari, sebuah kejutan besar menanti mereka dibelakang.

Akankah mereka bisa mengubur masa lalu masing-masing yang sulit untuk terlupakan ? Atau tetap bersama dan berdampingan dengan masa lalu ?

“Masa lalu itu sejarah yang nggak bisa diubah. Kalau itu yang selalu kamu perdebatkan, nggak ada gunanya. It takes two to move on.” —Raka (hlm. 221)
           
Desain sampul bagian depannya cukup menggambarkan petunjuk isi novel. Gambar cover depan sepasang kekasih itu mungkin adalah Raka dan Luisa *hehe. Tapi saya kurang suka dengan warna cover-nya. Terlalu datar dan monoton karena hanya menonjolkan satu warna. Di gambar sampul depan ada sepasang kekasih kan ? Nah, itu yang mereka lihat apa sih? Saya kurang bisa menebak gambar apa itu. Sungai atau danau ?
  
Bagian dari novel ini yang paling keren adalah saat akhirnya Raka bisa melepas Saskia. Lalu mulai meninggalkan masa lalunya, dimulai dengan menjual apartemennya. Langkah yang tegas dan cepat menurut saya, dan saya suka. Saya suka karakter Raka yang tegas, tapi kurang suka karakter Raka yang tergantung dengan Saskia —sebelumnya. Geregetan lihat Raka yang cuma bisa diam dan menerima disakiti oleh Saskia. Apalagi dia masih menerima Saskia. Arrghh, siapa yang nggak geregetan lihat sikap Raka yang seperti itu.

“Dari kamu, aku belajar bagaimana menghargai diriku sendiri. Damn hard lesson. Hargai diri kamu sendiri, Sas. Jangan pernah mengemis.” —Raka (hlm. 230)

            Gaya bahasa yang digunakan sederhana, nggak njimet sehingga tidak membuat pusing kepala saya saat membacanya. Karakter untuk setiap tokoh juga dijelaskan secara gamblang di bagian-bagian terpisah di dalam cerita yang membuat saya semakin menyukai cerita dalam novel ini.
Untuk setting tempatnya, saya rasa kurang dieksplor. Seperti misalnya, setting di restoran seafood pinggir jalan di kawasan Kemanggisan. Detail interior dan suasananya kurang di eksplor, jadi saya kurang bisa masuk dalam cerita dan menggambarkan suasananya. Dan beberapa setting lainnya yang menurut saya kurang sekali penggambarannya.

Alur yang digunakan adalah alur maju. Walaupun kadang, penulis juga menyelipkan flashback yang dialami Raka maupun Luisa. Sayangnya, saat membacanya saya beberapa kali merasakan kurangnya jurus-jurus yang membuat terkejut. Sekalinya terkejut, saya malah merasakan sedikit nggak nyaman dengan itu semua. Kesannya, kesalahan Raka itu terlalu ditanggapi dengan berlebihan oleh Luisa.

Saya kurang setuju adanya perubahan karakter Luisa. Meskipun penulis tetap menuturkan kenapa dia berubah, tetap saja cerita jadi berbeda. Apalagi di karakter Luisa, perubahannya benar-benar signifikan. Dan menurut saya jalan ceritanya jadi kayak gimana gitu *hehe.
           
Untuk kekurangannya adalah masalah typo. Masalah yang umum di dalam dunia penerbitan. Typo menurut saya hal yang wajar lah, penulis/penerjemah/editor juga manusia. Tapi lebih baik lagi kalo typo itu gak ada, dieliminiasi seminimal mungkin! Bagaimana pun, typo itu turut andil dalam penilaian pembaca terhadap kualitas penerbit, penulis, penerjemah, dan editor loh.

Dan dalam novel ini saya masih banyak menemukan typo, seperti contoh :

Walaupun Pak Raka kelihatan baik dan ramah, bukan berarti dia bisa bertanya apa pun padanya, kan ? Apalagi pertanyaan selancang itu. Memangnya aku siapa? Dan Pak Raka itu siapa? Ya ampun. (hlm. 18)
Seharusnya kata ‘dia’ diganti dengan kata ‘aku.’ Ini kan semacam kalimat yang Luisa ucapkan dalam hati —menurut saya.

            “Yup, makanan tanah air selalu lebih pas.”
“Masalah kebiasaan juga ya, Pak.” (hlm. 82)
            Sebenarnya tidak ada yang salah dalam kalimat ini. Cuma yang salah itu font dan penggalan kalimat yang terlalu menjorok dan berbeda dari yang lainnya. Dan itu tentu saja menggangu mata saya, karena terlihat jelas. Dan untuk penggalan kalimat yang terlalu menjorok, saya masih menemukannya di halaman 115, 119, 145. Dan untuk halaman 119, saya menemukan dua kesalahan. Yang pertama, yang saya sebutkan tadi, dan untuk yang kedua dibagian “Sama, saya juga,” bagian depan kalimat tersebut di double spasi jadi agak lebar.

“Ada beberapa hari Papa jemput pas lagi ke daerah sana.” (hal. 120)
Mungkin sebaiknya ditengah kalimat ‘ada’ dan ‘beberapa’ ditambah tanda penghubung koma (,) jadi ada jeda dan nggak bikin bingung pembaca.

DIa kembali teringat kejadian tadi sore di Over Easy, resto kesukaan Raka yang ternyata punya segudang memori dengan Saskia. (hal. 133)
Adakah yang tahu dimana kesalahannya? Dilihat sekilas, pasti sudah tahu kan letak salahnya dimana? Yup, huruf ‘I’ yang seharusnya tidak di caps lock.

Jantung Raka seperti berhenti berdetak melihat Luisa ada di sana Kini matanya tak lepas dari sosok di seberang itu. (hal. 161)
Untuk yang ini sih masih sama seperti yang sebelumnya yaitu kurang tanda penghubung dibagian tengah kalimat ‘sana’ dan ‘Kini’ seharusnya ada tanda penghubung titik (.)

“Aku udah curiga, sih. Kayanya dia cuma pengin menyelamatkan kamu aja. Kamu dan dia kelihatan canggung, nggak seperti orang pacaran beneran.” (hal. 166)
Itu kalimat ‘kayanya’ bukannya yang bener ‘kayaknya’ ya? Maaf, kalau salah *hehe.

“Sayang itu pacaranya malah di kamar 205 ya, Bu. Kalau kamar sebelah nggak penuh, kan bisa di sebelah aja biar bisa saling besuk.” (hal. 182)
Mungkin lebih baik huruf ‘a’ dikalimat ‘pacaranya’ dihapus kali ya!
Setengah jam kemudian, pesannya baru dibalas.
Take care
Luisa langsung membalas lagi.
Gimana keadaan kamu, udah baikan ? (hal. 191)
Kalau untuk ini, kesalahan pada font-nya. Seharusnya bagian Luisa langsung membalas lagi itu, font-nya bukannya harus beda ya?

Luisa mengikuti langkah Raka (hal. 269)
Untuk yang satu ini, kurang tanda penghubung titik (.) dibagian setelah kata ‘Raka’

“Padahal aku sayang gini sama pacarnya.” (hal. 274)
Sebenarnya nggak ada yang salah dalam kalimat ini. Cuma agak bingung aja maksudnya. Dan sampai sekarang, tiap buka halaman tersebut masih aja bingung apa maksud perkataan Raka. Please, yang tahu maksud perkataan Raka, tell me! J

Di dalam buku ini juga, saya menemukan beberapa kalimat yang menurut saya kurang efektif atau bisa dibilang kurang pas kali ya! *hehe. Contohnya :

“Bapak sendirian?”
“Yup.” Katanya sembari mengangkat bahunya.
Sedang mau ngapain, Pak?” (hal. 14)
            Kayaknya kurang pas gitu, mungkin baiknya “Sedang ngapain, Pak?”

            Luisa hampir protes, tapi lalu mendengar gadis yang berdiri di sisi Hans mendehem. (hal. 15)
            Ada baiknya salah satu kata yang saya garis bawahi dibuang saja biar kesannya nggak njimet.

            Dan sesiangan itu mereka hanya berkirim-kiriman email sambil sesekali saling melirik dan tersenyum. (hal. 81)
            Kata ‘sesiangan’ itu kerasa gimana gitu kalau dibaca. Mungkin lebih baik nggak usah dikasih imbuhan se-an kali ya! *kasih saran hehe.

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini :

1.      Kata orang, kalau udah sekali selingkuh, seterusnya jadi kebiasaan. (hlm. 54)
2.      Menyangkal atau mengiyakan, akan sama buruk akibatnya. (hlm. 76)
3.      Masa lalu adalah masa lalu. Mudah mengatakannya. Tapi, semudah itu jugakah menjalaninya? (hlm. 99)
4.      Sainganku itu bukan orang baru. Tapi seseorang dari masa lalu kamu. (hlm. 102)
5.      Rasa percaya itu mahal harganya. (hlm. 117)
6.      Nggak ada gunanya berusaha meraih kembali orang yang suah jelas-jelas nggak mau sama kita lagi. (hlm. 117)
7.      Tak ada yang bisa menghapus masa lalu. (hlm. 138)
8.      Semua orang pernah melakukan kesalahan, bukan? Tidak ada orang yang sempurna, bukan? (hlm. 155)
9.      Nggak ada orang baik yang ninggalin seseorang untuk orang lain. (hlm. 218)
10.  Kamu lebih penting dari masa lalu kamu. (hlm. 222)

Overall, saya menikmati kisah perjalanan cinta Raka dan Luisa yang membuat emosi saya dibawa naik turun.
           
            Akhirnya, saya menyematkan 2,3 dari 5 bintang untuk novel ini. Maaf, ya! Semoga lain kali ada kesempatan membaca karya Dian Mariani lagi.

            Note :





http://luckty.wordpress.com/2014/11/17/finally-you-book-review-contest/

 

Miss Romances Book Published @ 2014 by Ipietoon