Tampilkan postingan dengan label Stiletto Book. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Stiletto Book. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Desember 2014

Review Finally You



“Whenever I go, I always want to go home. I guess you’re… my home.” (hlm. 274)
cover depan
 cover belakang

Judul : Finally You
Nama Penulis : Dian Mariani
Editor : Herlina P. Dewi
Proof Reader : Weka Swasti
Desain Cover : Teguh Santosa
Layout Isi : Deeje
Penerbit : Stiletto Book
Tanggal Terbit : Juni 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-7572-28-7




Luisa dan Raka, dipersatukan oleh luka.
Luisa yang patah hati setelah ditinggal Hans, memilih menghabiskan waktunya di kantor sampai malam. Bekerja tak kenal lelah. Siapa sangka, ternyata bos di kantornya juga baru putus cinta. Mereka sama-sama mencari pelarian. Mengisi waktu-waktu lengang selepas jam lembur dengan menyusuri jalan-jalan padat ibu kota. Berdua. Membagi luka dan kecewa.

Antara bertahan pada kenangan, atau membiarkan waktu yang menyembuhkan. Baik luisa ataupun Raka membiarkan hubungan mereka berjalan apa adanya. Hubungan yang dewasa tanpa ungkapan cinta. Mungkin rasa aman dan nyaman bersama kenangan, membuat Luisa dan Raka malas menyesap rasa baru dalam hubungan mereka.

Namun, bagaimana jika seiring berjalannya waktu, Raka mulai benar-benar jatuh cinta ketika Luisa justru sedang berpikir untuk kembali kepada Hans? Ternyata bukan tentang waktu. Bukan juga tentang masa lalu. Ini tentang menemukan orang yang paling tepat dalam hidupmu.



Luisa patah hati setelah ditinggal Hans, sedangkan Raka juga mengalami hal yang sama yaitu ditinggal oleh Saskia. Mereka sama-sama dipertemukan oleh luka.
Tapi…
Apakah mereka sendiri bisa bersama dengan meninggalkan masa lalu?


Finally you menceritakan tentang bagaimana dua insan manusia mencoba untuk bangkit dari keterpurukan masa lalu tentang cinta. Sebut saja Luisa Adrea, setelah putus dari Hans, dia jadi lebih sering lembur. Segaja mencari kesibukan agar langsung tidur setibanya di rumah. Tak perlu memikirkan apa-apa ataupun siapa-siapa. Dengan begitu dia berharap akan lebih cepat melupakan Hans.

Pertemuan pertama Luisa dengan Raka Yudhistira Leonard— Manufacture General Manager terjadi secara tidak sengaja saat Raka salah memutar nomor extention Cynthia menjadi Luisa. Dan pertemuan kedua mereka yang terjadi secara tidak segaja juga, saat Luisa berada di mall dan bertemu Hans dan Gina—pacar baru Hans. Untunglah Raka ada disana dan menyelamatkan Luisa dari tatapan aneh Hans dan Gina.

“Kamu memperlakukan saya seperti manusia. Bukan seperti atasan. Atau orang yang punya kedudukan di kantor.” (hlm. 66)

Bermula dari makan malam sepulang kantor yang tidak disegaja, berlanjut ke makan malam bersama selepas lembur yang menjadi rutinitas baru Raka dan Luisa. Diawali dengan email dan i-message, dan diakhiri dengan adegan Luisa mengendap-endap turun ke parkiran basement. Luisa selalu menyarankan untuk bertemu di tempat parker, bukan di lantai mereka atau bahkan di lobi kantor. Semuanya berjalan secara perlahan.

Sampai akhirnya Raka mengatakan ‘saya sayang sama kamu. I do care for you.’ Yang membuat Raka dan Luisa akhirnya resmi pacaran. Tapi tanpa mereka sadari, sebuah kejutan besar menanti mereka dibelakang.

Akankah mereka bisa mengubur masa lalu masing-masing yang sulit untuk terlupakan ? Atau tetap bersama dan berdampingan dengan masa lalu ?

“Masa lalu itu sejarah yang nggak bisa diubah. Kalau itu yang selalu kamu perdebatkan, nggak ada gunanya. It takes two to move on.” —Raka (hlm. 221)
           
Desain sampul bagian depannya cukup menggambarkan petunjuk isi novel. Gambar cover depan sepasang kekasih itu mungkin adalah Raka dan Luisa *hehe. Tapi saya kurang suka dengan warna cover-nya. Terlalu datar dan monoton karena hanya menonjolkan satu warna. Di gambar sampul depan ada sepasang kekasih kan ? Nah, itu yang mereka lihat apa sih? Saya kurang bisa menebak gambar apa itu. Sungai atau danau ?
  
Bagian dari novel ini yang paling keren adalah saat akhirnya Raka bisa melepas Saskia. Lalu mulai meninggalkan masa lalunya, dimulai dengan menjual apartemennya. Langkah yang tegas dan cepat menurut saya, dan saya suka. Saya suka karakter Raka yang tegas, tapi kurang suka karakter Raka yang tergantung dengan Saskia —sebelumnya. Geregetan lihat Raka yang cuma bisa diam dan menerima disakiti oleh Saskia. Apalagi dia masih menerima Saskia. Arrghh, siapa yang nggak geregetan lihat sikap Raka yang seperti itu.

“Dari kamu, aku belajar bagaimana menghargai diriku sendiri. Damn hard lesson. Hargai diri kamu sendiri, Sas. Jangan pernah mengemis.” —Raka (hlm. 230)

            Gaya bahasa yang digunakan sederhana, nggak njimet sehingga tidak membuat pusing kepala saya saat membacanya. Karakter untuk setiap tokoh juga dijelaskan secara gamblang di bagian-bagian terpisah di dalam cerita yang membuat saya semakin menyukai cerita dalam novel ini.
Untuk setting tempatnya, saya rasa kurang dieksplor. Seperti misalnya, setting di restoran seafood pinggir jalan di kawasan Kemanggisan. Detail interior dan suasananya kurang di eksplor, jadi saya kurang bisa masuk dalam cerita dan menggambarkan suasananya. Dan beberapa setting lainnya yang menurut saya kurang sekali penggambarannya.

Alur yang digunakan adalah alur maju. Walaupun kadang, penulis juga menyelipkan flashback yang dialami Raka maupun Luisa. Sayangnya, saat membacanya saya beberapa kali merasakan kurangnya jurus-jurus yang membuat terkejut. Sekalinya terkejut, saya malah merasakan sedikit nggak nyaman dengan itu semua. Kesannya, kesalahan Raka itu terlalu ditanggapi dengan berlebihan oleh Luisa.

Saya kurang setuju adanya perubahan karakter Luisa. Meskipun penulis tetap menuturkan kenapa dia berubah, tetap saja cerita jadi berbeda. Apalagi di karakter Luisa, perubahannya benar-benar signifikan. Dan menurut saya jalan ceritanya jadi kayak gimana gitu *hehe.
           
Untuk kekurangannya adalah masalah typo. Masalah yang umum di dalam dunia penerbitan. Typo menurut saya hal yang wajar lah, penulis/penerjemah/editor juga manusia. Tapi lebih baik lagi kalo typo itu gak ada, dieliminiasi seminimal mungkin! Bagaimana pun, typo itu turut andil dalam penilaian pembaca terhadap kualitas penerbit, penulis, penerjemah, dan editor loh.

Dan dalam novel ini saya masih banyak menemukan typo, seperti contoh :

Walaupun Pak Raka kelihatan baik dan ramah, bukan berarti dia bisa bertanya apa pun padanya, kan ? Apalagi pertanyaan selancang itu. Memangnya aku siapa? Dan Pak Raka itu siapa? Ya ampun. (hlm. 18)
Seharusnya kata ‘dia’ diganti dengan kata ‘aku.’ Ini kan semacam kalimat yang Luisa ucapkan dalam hati —menurut saya.

            “Yup, makanan tanah air selalu lebih pas.”
“Masalah kebiasaan juga ya, Pak.” (hlm. 82)
            Sebenarnya tidak ada yang salah dalam kalimat ini. Cuma yang salah itu font dan penggalan kalimat yang terlalu menjorok dan berbeda dari yang lainnya. Dan itu tentu saja menggangu mata saya, karena terlihat jelas. Dan untuk penggalan kalimat yang terlalu menjorok, saya masih menemukannya di halaman 115, 119, 145. Dan untuk halaman 119, saya menemukan dua kesalahan. Yang pertama, yang saya sebutkan tadi, dan untuk yang kedua dibagian “Sama, saya juga,” bagian depan kalimat tersebut di double spasi jadi agak lebar.

“Ada beberapa hari Papa jemput pas lagi ke daerah sana.” (hal. 120)
Mungkin sebaiknya ditengah kalimat ‘ada’ dan ‘beberapa’ ditambah tanda penghubung koma (,) jadi ada jeda dan nggak bikin bingung pembaca.

DIa kembali teringat kejadian tadi sore di Over Easy, resto kesukaan Raka yang ternyata punya segudang memori dengan Saskia. (hal. 133)
Adakah yang tahu dimana kesalahannya? Dilihat sekilas, pasti sudah tahu kan letak salahnya dimana? Yup, huruf ‘I’ yang seharusnya tidak di caps lock.

Jantung Raka seperti berhenti berdetak melihat Luisa ada di sana Kini matanya tak lepas dari sosok di seberang itu. (hal. 161)
Untuk yang ini sih masih sama seperti yang sebelumnya yaitu kurang tanda penghubung dibagian tengah kalimat ‘sana’ dan ‘Kini’ seharusnya ada tanda penghubung titik (.)

“Aku udah curiga, sih. Kayanya dia cuma pengin menyelamatkan kamu aja. Kamu dan dia kelihatan canggung, nggak seperti orang pacaran beneran.” (hal. 166)
Itu kalimat ‘kayanya’ bukannya yang bener ‘kayaknya’ ya? Maaf, kalau salah *hehe.

“Sayang itu pacaranya malah di kamar 205 ya, Bu. Kalau kamar sebelah nggak penuh, kan bisa di sebelah aja biar bisa saling besuk.” (hal. 182)
Mungkin lebih baik huruf ‘a’ dikalimat ‘pacaranya’ dihapus kali ya!
Setengah jam kemudian, pesannya baru dibalas.
Take care
Luisa langsung membalas lagi.
Gimana keadaan kamu, udah baikan ? (hal. 191)
Kalau untuk ini, kesalahan pada font-nya. Seharusnya bagian Luisa langsung membalas lagi itu, font-nya bukannya harus beda ya?

Luisa mengikuti langkah Raka (hal. 269)
Untuk yang satu ini, kurang tanda penghubung titik (.) dibagian setelah kata ‘Raka’

“Padahal aku sayang gini sama pacarnya.” (hal. 274)
Sebenarnya nggak ada yang salah dalam kalimat ini. Cuma agak bingung aja maksudnya. Dan sampai sekarang, tiap buka halaman tersebut masih aja bingung apa maksud perkataan Raka. Please, yang tahu maksud perkataan Raka, tell me! J

Di dalam buku ini juga, saya menemukan beberapa kalimat yang menurut saya kurang efektif atau bisa dibilang kurang pas kali ya! *hehe. Contohnya :

“Bapak sendirian?”
“Yup.” Katanya sembari mengangkat bahunya.
Sedang mau ngapain, Pak?” (hal. 14)
            Kayaknya kurang pas gitu, mungkin baiknya “Sedang ngapain, Pak?”

            Luisa hampir protes, tapi lalu mendengar gadis yang berdiri di sisi Hans mendehem. (hal. 15)
            Ada baiknya salah satu kata yang saya garis bawahi dibuang saja biar kesannya nggak njimet.

            Dan sesiangan itu mereka hanya berkirim-kiriman email sambil sesekali saling melirik dan tersenyum. (hal. 81)
            Kata ‘sesiangan’ itu kerasa gimana gitu kalau dibaca. Mungkin lebih baik nggak usah dikasih imbuhan se-an kali ya! *kasih saran hehe.

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini :

1.      Kata orang, kalau udah sekali selingkuh, seterusnya jadi kebiasaan. (hlm. 54)
2.      Menyangkal atau mengiyakan, akan sama buruk akibatnya. (hlm. 76)
3.      Masa lalu adalah masa lalu. Mudah mengatakannya. Tapi, semudah itu jugakah menjalaninya? (hlm. 99)
4.      Sainganku itu bukan orang baru. Tapi seseorang dari masa lalu kamu. (hlm. 102)
5.      Rasa percaya itu mahal harganya. (hlm. 117)
6.      Nggak ada gunanya berusaha meraih kembali orang yang suah jelas-jelas nggak mau sama kita lagi. (hlm. 117)
7.      Tak ada yang bisa menghapus masa lalu. (hlm. 138)
8.      Semua orang pernah melakukan kesalahan, bukan? Tidak ada orang yang sempurna, bukan? (hlm. 155)
9.      Nggak ada orang baik yang ninggalin seseorang untuk orang lain. (hlm. 218)
10.  Kamu lebih penting dari masa lalu kamu. (hlm. 222)

Overall, saya menikmati kisah perjalanan cinta Raka dan Luisa yang membuat emosi saya dibawa naik turun.
           
            Akhirnya, saya menyematkan 2,3 dari 5 bintang untuk novel ini. Maaf, ya! Semoga lain kali ada kesempatan membaca karya Dian Mariani lagi.

            Note :





http://luckty.wordpress.com/2014/11/17/finally-you-book-review-contest/

Rabu, 26 November 2014

Review Dear Friend With Love



“And look at me now. Sitting here. Getting my heart broken. But still him my best smile.”
(hlm. 06)


Judul : Dear Friend With Love – bolehkan aku mencintaimu ?
Nama Penulis : Nurilla Iryani
Editor : Herlina P. Dewi
Tata Sampul : Teguh Santosa
Layout Isi : Deeje
Proof Reader : Tikah Kumala
Penerbit : Stiletto Book
Tanggal Terbit : Oktober 2012
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-7572-07-2


Karin
Delapan tahun! Itu bukan waktu yang sebentar untuk menunggu. Tapi yang aku dapatkan selama ini justru semua cerita saat kamu jatuh cinta dengan puluhan wanita lain di luar sana. Puluhan wanita yang selalu berakhir membuatmu kecewa. Rama, sadarkah kamu, wanita yang nggak akan pernah mengecewakanmu justru berada di dekatmu selama ini ? Aku. Sahabatmu, tolol!

Rama
Satu diantara seribu alasan kenapa gue nyaman bersahabat dengan Karin adalah ketidakwarasannya membuat gue tetap waras di tengah gilanya kehidupan Jakarta. Ya, dia adalah teman adu tolol favorit gue. Oh iya, gue punya satu lagi alasan : dia cantik banget, man! Nggak malu-maluin buat diajak ke pesta kawinan kalau gue kebetulan sedang jomblo. Paket komplit!


Dear Friend With Love menceritakan tentang cewek yang naksir cowok playboy. Ya, itulah yang dialami oleh Karin Larasati yang menyukai sahabatnya sendiri, Rama Adrian dan itu berlangsung selama delapan tahun. Dan tentunya, Karin selalu menjadi tempat sampahnya Rama untuk bercerita tentang para perempuan yang disukai Rama.

Persahabatan mereka bermula saat menjadi teman satu kelompok saat orientasi mahasiswa baru. Mempunyai hobi kabur setiap ada kegiatan orientasi mahasiswa yang diadakan oleh senior, berlanjut dengan kabur dari kuliah sepanjang semester. Punya hal nggak penting buat dikerjakan.

“Perkenalkan, my hunny bunny sugar pie, Rama. Rama Adrian, lengkapnya. My lovely love. But sadly, I’m not his love. I’m his forever best friend!” (hlm. 02)

Saya sangat suka dengan karakter Karin yang berusaha tetap mempertahankan persahabatannya dengan Rama, walaupun hatinya sangat sakit. Wanita mana yang nggak sakit waktu tahu bahwa laki-laki yang disukainya malah melamar perempuan lain ?

Lalu muncul Adam, seseorang yang dulu disukai Karin —saat masih kecil. Karin pikir Adam yang ada dibayangannya, punya tampang pas-pasan. Tapi Karin salah, Adam benar-benar tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa. Matanya agak sipit. Rambutnya berantakan dan tubuhnya tinggi tegap. Dan Adam mampu membuat hari-hari Karin lebih indah dan berwarna sampai dirinya sempat melupakan Rama.

Dan konflik semakin terasa saat akhirnya Rama menyadari siapa yang sebenarnya disukainya dan dibutuhkannya. Karin.

“Don’t marry him, Rin. Marry me!”
“What?”
“Marry me!”
“Becanda lo!”
“Serius gue!”
“Nggak lucu, Ram!”
“Kalu lucu, gue udah gabung Srimulat!” (hlm. 135)

Bagaimana kalau kalian ada di posisi Karin?
Bingung? Lebih dari itu. Ada Adam yang sudah mulai mengisi hati Karin, lalu Rama muncul dan mengatakan hal seperti itu. Itulah yang membuat hati Karin bingung campur aduk.

Ide ceritanya sudah umum, tapi penulis bisa meramu cerita dan konfliknya dengan sangat baik. Apa lagi dengan  dialog yang terkesan ceplas-ceplos, menggunakan kata lo-gue yang sebenarnya agak tidak suka tapi untuk novel ini saya menikmatinya. Dan yang menjadi nilai plus bagi saya adalah sesekali penulis menyisipkan kalimat dalam bahasa inggris.

            Kesan pertama ketika melihat penampilan novel ini yaitu imut. Desain sampul bagian depannya cantik ala novel chicklit dan cukup menggambarkan petunjuk isi novel. Deskripsi untuk karakter Karin dan Rama sangat ditonjolkan, jadi pembaca akan langsung tahu bagaimana sifat-sifat para tokohnya.

            Menggunakan improve untuk masing-masing tokoh membuat konflik cerita semakin terasa. Tapi saya agak kecewa karena Adam, tokoh lainnya tidak ikut melakukan improve. Ya, walaupun Adam hanya pemeran pembantu bukan sebagai pemeran utama, tapi tidak ada salahnya jika tokoh Adam juga improve karena akan semakin terasa konflik di dalamnya.
  
            Gaya bahasa yang digunakan sederhana, nggak njimet sehingga tidak membuat pusing kepala saya saat membacanya. Alur yang digunakan adalah maju. Saya menikmati lembar-demi-lembar dalam novel ini. Dan sangat terkejut dengan ending-nya. Benar-benar tidak bisa diduga —terlebih bagi saya. Saya pikir Karin akan memilih Rama —sahabatnya, karena ya menurut saya Karin sudah lama bersahabat dengan Rama dan pastinya dia tahu sifat-sifat Rama. Tapi ternyata saya salah.

            Untuk setting tempatnya, saya rasa belum cukup dieksplor, walaupun beberapa kali penulis menyajikan banyak tempat. Tapi kurang ada keterangan yang benar-benar membuat novel ini menjadi terasa benar-benar nyata.
           
Untuk kekurangannya adalah masalah typo. Masalah yang umum di dalam dunia penerbitan. Dan dalam novel ini saya masih menemukan typo walaupun nggak banyak, seperti contoh :

“Nggak usah. Semalem udah minum kopi dua gelas, makannya baru tidur pagi.” (hlm. 113)
Seharusnya kata ‘makannya’ diganti dengan kata ‘makanya.’

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini :

1.      Helloooo, beli dondong saja milih, apalagi cari suami. (hlm. 01)
2.      Terserah kamu deh, Cantik. Buat gue, kerikil dikecapin juga enak kalau makannya sama kamu. (hlm. 08)
3.      Dia pasti tipe perempuan yang takut gendut. Sampai-sampai porsi makannya sama dengan kucing tetanggaku. Lihat aja badannya kurus kering begitu. Tinggal kulit sama kentut. (hlm. 12)
4.      Kalau manusia bisa dikandangin, mungkin para wanita bakal menyimpan pacarnya di dalam kandang supaya nggak pergi ke mana-mana. (hlm. 23)
5.      Gue nggak pernah mengerti apa yang ada di otak cewek saat sedang belanja. Mereka nggak bisa ya sekali lihat langsung beli? Harus ya muter-muter dulu sampai kaki sengkleh, baru kemudian memutuskan untuk beli baju yang pertama dilihat. (hlm. 55)
6.      Sebetulnya terbuat dari apa sih otak wanita? Benang kusut? (hlm. 78)
7.      Kita nggak bisa mengenal luar dalam seseorang hanya dalam waktu dua minggu, kan? (hlm. 82)
8.      Dan ngadepin cewek ngambek itu lebih ribet dari bangun candi dalam satu malam. (hlm. 112)
9.      Kasihan si waktu. Selalu diandalkan untuk menyembuhkan luka. Harusnya dia punya gelar dokter. (119)
10.  Siapa bilang cowok nggak bisa sedih? Cowok juga punya hati kok, cuma jarang dipakai saja. Biar awet dan nggak rusak. (hlm. 125)

Overall, saya menikmati perjalanan cinta dalam diam Karin terhadap Rama yang membuat saya senyum-senyum sendiri setiap kali ada kalimat yang menurut saya menarik.
           
            Tiga dari lima bintang untuk kisah perjalanan Karin dan Rama dalam menemukan cinta sejati serta arti dari persahabatan. Cocok banget dibaca buat kalian yang ingin mengetahui apa arti persahabatan yang sesungguhnya.





 

Miss Romances Book Published @ 2014 by Ipietoon