Selasa, 05 Mei 2015

[Review] Heaven




Judul : Heaven
Penulis : Alexandra Adornetto
Penerjemah : Angelic Zaizai
Penyunting : Dwianda
Penyelaras Akhir : Aramis Ralenka
Pewajah Sampul : Anisa Anindhika
Pewajah Isi : Girtha Eka
Penerbit : Fantasious
Tanggal Terbit : Maret, 2015
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-0900-31-5
Tebal : 576 halaman
Rating : 5 dari 5 bintang

Sinopsis :
Xavier duduk di ujung kursi dan menarikku mendekat, menyandarkan kepalaku di dadanya. “Sayang… kau lupa, ya? Kau pernah ke Neraka dan kembali. Kau selamat. Kau menyaksikan teman-temanmu tewas dan kau sendiri berkali-kali hampir tewas. Seharusnya sekarang taka da lagi yang membuatmu takut. Apa kau tidak tahu betapa kuatnya kau… betapa kuatnya kita?

Seumur hidup aku selalu merasa bagaikan orang luar, menatap ke dalam dunia yang tak pernah menjadi bagiannya. Dalam Kerajaan aku ada, tapi tak pernah benar-benar hidup. Bertemu Xavier telah mengubah semua itu. Dia merangkulku masuk, mencintaiku, dan menjagaku. Dia tidak pernah peduli bahwa aku berbeda, dan dia menghidupkan seluruh duniaku hanya dengan menanti kami, tapi kini jiwaku berpaut erat dengan jiwanya dan tidak ada satu pun, baik Surga maupun Neraka, yang dapat memisahkan kami.

“Aku sangat mencintaimu, Xavier,” bisikku. “Dan aku tak peduli jika seluruh semesta menentang kita.”
Ini kisah tentang betapa cinta adalah penguat jiwamu, pelengkap hidupmu, dan doa ajaibmu ketika kau tak tahu lagi harus berbuat apa.

***
“Seandainya ada pelajaran yang kudapat dari waktuku di bawah sana, itu adalah bahwa tidak ada yang permanen. Segala-galanya dan semua orang yang kita kenal bisa berubah kapan saja. Begitulah cara pandangku sekarang —kecuali kau. Kau satu-satunya yang konstan dalam hidupku.” —Bethany

Setelah akhirnya Beth kembali ke Bumi dan mulai menjalani hari-harinya seperti sebelumnya. Xavier dengan mengejutkan melamarnya saat upacara wisuda mereka. Dan akhirnya menikah dengan bantuan Bapa Mel. Tapi bukannya kebahagiaan yang didapat oleh mereka berdua setelah menikah, kejadian tak terduga terjadi. Bapa Mel —Sang Pendeta menemui ajalnya tepat di depan mata Beth dan Xavier tak lama setelah mereka menikah, karena telah membantu Beth dan Xavier menjadi suami-istri yang sebenarnya sangat ditentang oleh Surga.

“Kau tidak bisa melawan Pencabut Nyawa, dia menjalankan perintahnya. Kalau kau menghalanginya, dia akan membawamu juga. Jangan jadikan aku janda hanya dalam hitungan menit setelah menjadi istrimu.” —Bethany

Seakan belum cukup menguji cinta Beth dan Xavier, mereka harus mendapat amukan Gabriel dan Ivy karena tidakan mereka yang diluar batas serta harus terasingkan di Smoky Mountains, North Carolina untuk menyelamatkan nyawa mereka berdua dari para Tujuh. Prajurit langit yang mempunyai tujuan menemukan pengkhianat. Xavier tidak diperbolehkan menghubungi orang tuanya di Venus Cove untuk meminimalisir banyaknya orang yang terancam. Bahkan Beth tidak diperbolehkan berada dekat dengan jendela. Ya, mereka layaknya dikurung. Tidak boleh keluar maupun melakukan kontak fisik yang akan semakin memperkeruh keadaan. Segalanya menjadi kacau dan tidak terkendali. Beth bahkan tidak menyangka akan serumit ini, meskipun begitu baik dirinya maupun Xavier tidak menyesal sedikitpun. Mereka sudah siap menghadapi pertarungan lain, perjuangan lain untuk mempertahankan apa yang menjadi hak mereka.

“Memenangkan hak untuk bersama itulah tujuan kita, dan kita hanya sedang bermain melawan tim yang sangat tangguh.” —Xavier

Tak ada seorang pun yang mau terus-terusan terkurung bukan? Dan itulah yang dirasakan oleh Beth. Dia merasa tersiksa karena tidak bisa melakukan apapun, sampai akhirnya gagasan untuk keluar rumah muncul dibenaknya. Awalnya Xavier tidak setuju. Tidak ingin mengambil resiko kalau-kalau para Tujuh menemukan mereka. Tapi karena bujukan keras Beth, akhirnya mereka keluar rumah, walaupun hanya sebentar. Tapi siapa sangka hal tersebut malah membuat mereka celaka. Para Tujuh menemukan mereka, tapi untungnya tidak bisa menangkap Beth. Seakan belum pelik masalah yang ada, Gabriel dan Ivy merelakan diri mereka untuk berpihak dengan Beth yang artinya mereka berkhianat dengan Covernant.

“Aku terlibat dalam semua ini untuk selamanya. Walaupun dunia hancur berkeping-keping di kaki kita, aku takkan pernah meninggalkanmu, Beth.” —Xavier

Untuk tetap aman dan sulit dilacak oleh para Tujuh, Gabriel dan Ivy menyarankan Beth dan Xavier untuk kuliah. Itu akan membuat para Tujuh kesulitan melacak keberadaan Beth karena berbaur dengan manusia. Ford dan Laurie McGraw adalah nama baru mereka di Oxford dan status mereka adalah kakak adik. Kehidupan baru mereka sedang dimulai dengan latar belakang palsu dan juga cobaan-cobaan yang harus dihadapi mereka berdua. Apalagi dengan kehadiran Mary Ellen, teman sekamar Beth yang menyukai Xavier yang seakan mempertanyakan kegigihan dan kekuatan cinta mereka serta kejutan-kejutan yang tak kalah menegangkan.

Akankah nasib berbaik hati pada mereka, walaupun hanya untuk satu hari?

Tak bisa kupungkiri bahwa kisah Beth dan Xavier sangatlah mengagumkan. Aku selalu excited bisa sudah menyangkut Beth dan Xavier. Bahkan kata itu belum cukup menggambarkan bagaimana kisah mereka berdua. Saya beberapa kali sempat berdecak kagum karena penulis bisa memainkan imajinasi terliarnya dan menuangkannya ke dalam tulisan dan jadilah cerita cinta antara Beth dan Xavier. Saya bahkan tidak akan bosan membaca kisah Beth dan Xavier karena selalu saja ada kejutan di setiap halamannya.

Saya cukup bisa bernafas lega karena tidak terlalu banyak typo maupun kalimat-kalimat yang seakan menggabung yang saya temukan di novel Hades. Font-nya lebih baik dan ditata rapi jadi saya bisa membaca dengan nyaman dan tidak sampai membelalak-kan mata. Bahasa terjemahannya lugas dan mudah dimengerti. Penyunting juga berperan cukup besar untuk meminimalisir adanya typo, berbeda dengan novel Hades yang tidak memiliki penyunting.

Belum habis petualangan yang saya jajaki di novel kedua, saya harus berpetualangan lagi dengan Beth dan Xavier di novel ketiganya. Apalagi masalah yang dihadapi semakin pelik dan kompleks. Bagaikan seorang buronan, mereka selalu pindah untuk menyamarkan keberadaan. Xavier yang harus kehilangan jiwanya sebanyak dua kali, pergulatan Xavier dan Lucifer dalam tubuhnya. Dan masih banyak lagi permasalahan lainnya yang bahkan membuat saya harus memeras otak memahami setiap konfliknya *maklum, agak lemot haha. Perjalanan mereka tidak mudah. Keduanya bakal menghadapi lebih banyak kedukaan dan kehancuran dalam beberapa bulan saja dibandingkan dengan yang pernah dialami kebanyakan manusia selama dua puluh kali periode kehidupan mereka.

Saya sangat kagum dengan tokoh Beth dan Xavier yang tetap berjuang mempertahankan cinta mereka padahal yang mereka tentang adalah Surga. Saya tidak bisa membayangkan jika saya berada di posisi Beth. Apalagi keputusan Xavier untuk segera menikah dengan Beth yang bisa dibilang cukup GILA. Tapi saya acungi jempol dengan Xavier karena dia laki-laki yang gentle. Tidak semua laki-laki akan mengambil keputusan secepat yang dilakukan Xavier.

Disini, saya sangat mengagumi Gabriel. Kakak Beth sangatlah bijak sebagai penghulu Malaikat. Dia bahkan merelakan kedua sayapnya untuk menyelamatkan Xavier dari belenggu Lucifer dalam tubuh Xavier sehingga harus membuatnya agak sinting *ya, nggak sinting-sinting amat sih, cuma agak kebingungan dan itu wajar karena sayap malaikat merupakan bagian dari jiwa mereka.

Untuk covernya, tetap sama pendapat saya dengan cover novel keduanya. Simple dengan hanya sepasang sayap saja, tapi kesan luxurious-nya dapet banget. Apalagi biru adalah warna kesukaan saya. Kesan surganya lebih terasa karena warna covernya yang menyala indah.

Last not but least, saya merekomendasikan novel ini buat kalian-kalian yang memang menyukai kisah percintaan antara malaikat dan manusia, dua makhluk tuhan berbeda alam.

“Aku tidak merasa bahwa kita adalah dua orang yang berbeda lagi, rasanya seolah aku hidup di dalammu dan kau hidup di dalamku. Kita bisa dibilang orang yang sama.” —Xavier

0 komentar:

Posting Komentar

 

Miss Romances Book Published @ 2014 by Ipietoon