Judul : Heaven
Penulis : Alexandra Adornetto
Penerjemah : Angelic Zaizai
Penyunting : Dwianda
Penyelaras Akhir : Aramis Ralenka
Pewajah Sampul : Anisa Anindhika
Pewajah Isi : Girtha Eka
Penerbit : Fantasious
Tanggal Terbit
: Maret, 2015
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-0900-31-5
Tebal : 576 halaman
Rating
: 5 dari 5 bintang
Sinopsis
:
Xavier duduk di ujung
kursi dan menarikku mendekat, menyandarkan kepalaku di dadanya. “Sayang… kau
lupa, ya? Kau pernah ke Neraka dan kembali. Kau selamat. Kau menyaksikan
teman-temanmu tewas dan kau sendiri berkali-kali hampir tewas. Seharusnya
sekarang taka da lagi yang membuatmu takut. Apa kau tidak tahu betapa kuatnya
kau… betapa kuatnya kita?
Seumur
hidup aku selalu merasa bagaikan orang luar, menatap ke dalam dunia yang tak
pernah menjadi bagiannya. Dalam Kerajaan aku ada, tapi tak pernah benar-benar
hidup. Bertemu Xavier telah mengubah semua itu. Dia merangkulku masuk,
mencintaiku, dan menjagaku. Dia tidak pernah peduli bahwa aku berbeda, dan dia
menghidupkan seluruh duniaku hanya dengan menanti kami, tapi kini jiwaku
berpaut erat dengan jiwanya dan tidak ada satu pun, baik Surga maupun Neraka,
yang dapat memisahkan kami.
“Aku sangat mencintaimu, Xavier,”
bisikku. “Dan aku tak peduli jika seluruh semesta menentang kita.”
Ini kisah tentang
betapa cinta adalah penguat jiwamu, pelengkap hidupmu, dan doa ajaibmu ketika
kau tak tahu lagi harus berbuat apa.
***
“Seandainya
ada pelajaran yang kudapat dari waktuku di bawah sana, itu adalah bahwa tidak
ada yang permanen. Segala-galanya dan semua orang yang kita kenal bisa berubah
kapan saja. Begitulah cara pandangku sekarang —kecuali kau. Kau satu-satunya
yang konstan dalam hidupku.” —Bethany
Setelah
akhirnya Beth kembali ke Bumi dan mulai menjalani hari-harinya seperti
sebelumnya. Xavier dengan mengejutkan melamarnya saat upacara wisuda mereka.
Dan akhirnya menikah dengan bantuan Bapa Mel. Tapi bukannya kebahagiaan yang
didapat oleh mereka berdua setelah menikah, kejadian tak terduga terjadi. Bapa
Mel —Sang Pendeta menemui ajalnya tepat di depan mata Beth dan Xavier tak lama
setelah mereka menikah, karena telah membantu Beth dan Xavier menjadi
suami-istri yang sebenarnya sangat ditentang oleh Surga.
“Kau
tidak bisa melawan Pencabut Nyawa, dia menjalankan perintahnya. Kalau kau
menghalanginya, dia akan membawamu juga. Jangan jadikan aku janda hanya dalam
hitungan menit setelah menjadi istrimu.” —Bethany
Seakan
belum cukup menguji cinta Beth dan Xavier, mereka harus mendapat amukan Gabriel
dan Ivy karena tidakan mereka yang diluar batas serta harus terasingkan di
Smoky Mountains, North Carolina untuk menyelamatkan nyawa mereka berdua dari
para Tujuh. Prajurit langit yang mempunyai tujuan menemukan pengkhianat. Xavier
tidak diperbolehkan menghubungi orang tuanya di Venus Cove untuk meminimalisir
banyaknya orang yang terancam. Bahkan Beth tidak diperbolehkan berada dekat
dengan jendela. Ya, mereka layaknya dikurung. Tidak boleh keluar maupun
melakukan kontak fisik yang akan semakin memperkeruh keadaan. Segalanya menjadi
kacau dan tidak terkendali. Beth bahkan tidak menyangka akan serumit ini,
meskipun begitu baik dirinya maupun Xavier tidak menyesal sedikitpun. Mereka
sudah siap menghadapi pertarungan lain, perjuangan lain untuk mempertahankan
apa yang menjadi hak mereka.
“Memenangkan
hak untuk bersama itulah tujuan kita, dan kita hanya sedang bermain melawan tim
yang sangat tangguh.” —Xavier
Tak
ada seorang pun yang mau terus-terusan terkurung bukan? Dan itulah yang
dirasakan oleh Beth. Dia merasa tersiksa karena tidak bisa melakukan apapun,
sampai akhirnya gagasan untuk keluar rumah muncul dibenaknya. Awalnya Xavier
tidak setuju. Tidak ingin mengambil resiko kalau-kalau para Tujuh menemukan
mereka. Tapi karena bujukan keras Beth, akhirnya mereka keluar rumah, walaupun
hanya sebentar. Tapi siapa sangka hal tersebut malah membuat mereka celaka.
Para Tujuh menemukan mereka, tapi untungnya tidak bisa menangkap Beth. Seakan
belum pelik masalah yang ada, Gabriel dan Ivy merelakan diri mereka untuk
berpihak dengan Beth yang artinya mereka berkhianat dengan Covernant.
“Aku
terlibat dalam semua ini untuk selamanya. Walaupun dunia hancur
berkeping-keping di kaki kita, aku takkan pernah meninggalkanmu, Beth.” —Xavier
Untuk
tetap aman dan sulit dilacak oleh para Tujuh, Gabriel dan Ivy menyarankan Beth
dan Xavier untuk kuliah. Itu akan membuat para Tujuh kesulitan melacak
keberadaan Beth karena berbaur dengan manusia. Ford dan Laurie McGraw adalah
nama baru mereka di Oxford dan status mereka adalah kakak adik. Kehidupan baru
mereka sedang dimulai dengan latar belakang palsu dan juga cobaan-cobaan yang
harus dihadapi mereka berdua. Apalagi dengan kehadiran Mary Ellen, teman
sekamar Beth yang menyukai Xavier yang seakan mempertanyakan kegigihan dan
kekuatan cinta mereka serta kejutan-kejutan yang tak kalah menegangkan.
Akankah nasib berbaik
hati pada mereka, walaupun hanya untuk satu hari?
Tak
bisa kupungkiri bahwa kisah Beth dan Xavier sangatlah mengagumkan. Aku selalu excited bisa sudah menyangkut Beth dan
Xavier. Bahkan kata itu belum cukup menggambarkan bagaimana kisah mereka
berdua. Saya beberapa kali sempat berdecak kagum karena penulis bisa memainkan
imajinasi terliarnya dan menuangkannya ke dalam tulisan dan jadilah cerita
cinta antara Beth dan Xavier. Saya bahkan tidak akan bosan membaca kisah Beth
dan Xavier karena selalu saja ada kejutan di setiap halamannya.
Saya
cukup bisa bernafas lega karena tidak terlalu banyak typo maupun
kalimat-kalimat yang seakan menggabung yang saya temukan di novel Hades. Font-nya lebih baik dan ditata
rapi jadi saya bisa membaca dengan nyaman dan tidak sampai membelalak-kan mata.
Bahasa terjemahannya lugas dan mudah dimengerti. Penyunting juga berperan cukup
besar untuk meminimalisir adanya typo, berbeda dengan novel Hades yang tidak memiliki penyunting.
Belum
habis petualangan yang saya jajaki di novel kedua, saya harus berpetualangan
lagi dengan Beth dan Xavier di novel ketiganya. Apalagi masalah yang dihadapi
semakin pelik dan kompleks. Bagaikan seorang buronan, mereka selalu pindah
untuk menyamarkan keberadaan. Xavier yang harus kehilangan jiwanya sebanyak dua
kali, pergulatan Xavier dan Lucifer dalam tubuhnya. Dan masih banyak lagi
permasalahan lainnya yang bahkan membuat saya harus memeras otak memahami
setiap konfliknya *maklum, agak lemot haha. Perjalanan mereka tidak mudah.
Keduanya bakal menghadapi lebih banyak kedukaan dan kehancuran dalam beberapa
bulan saja dibandingkan dengan yang pernah dialami kebanyakan manusia selama
dua puluh kali periode kehidupan mereka.
Saya
sangat kagum dengan tokoh Beth dan Xavier yang tetap berjuang mempertahankan
cinta mereka padahal yang mereka tentang adalah Surga. Saya tidak bisa
membayangkan jika saya berada di posisi Beth. Apalagi keputusan Xavier untuk
segera menikah dengan Beth yang bisa dibilang cukup GILA. Tapi saya acungi
jempol dengan Xavier karena dia laki-laki yang gentle. Tidak semua laki-laki
akan mengambil keputusan secepat yang dilakukan Xavier.
Disini,
saya sangat mengagumi Gabriel. Kakak Beth sangatlah bijak sebagai penghulu
Malaikat. Dia bahkan merelakan kedua sayapnya untuk menyelamatkan Xavier dari
belenggu Lucifer dalam tubuh Xavier sehingga harus membuatnya agak sinting *ya,
nggak sinting-sinting amat sih, cuma agak kebingungan dan itu wajar karena
sayap malaikat merupakan bagian dari jiwa mereka.
Untuk
covernya, tetap sama pendapat saya dengan cover novel keduanya. Simple dengan
hanya sepasang sayap saja, tapi kesan luxurious-nya
dapet banget. Apalagi biru adalah warna kesukaan saya. Kesan surganya lebih
terasa karena warna covernya yang menyala indah.
Last not
but least, saya merekomendasikan novel ini buat kalian-kalian yang memang menyukai
kisah percintaan antara malaikat dan
manusia, dua makhluk tuhan berbeda alam.
“Aku
tidak merasa bahwa kita adalah dua orang yang berbeda lagi, rasanya seolah aku
hidup di dalammu dan kau hidup di dalamku. Kita bisa dibilang orang yang sama.”
—Xavier
0 komentar:
Posting Komentar