Senin, 23 Maret 2015

[Review] 28 Detik





Judul : 28 Detik
Penulis : Ifa Inziati
Penyunting : Dila Maretihaqsari
Perancang Sampul : Bara Umar Birru
Pemeriksa Aksara : Nunung Wiyati & Sheraynardia
Penata Aksara : Gabriel
Penerbit : Bentang Belia
Tanggal Terbit : November 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-1383-03-2





“Kamu boleh melihat-lihat luar, tapi carilah jiwa itu di dalam hati. Karena, memang nggak pernah ke mana-mana sejak kamu ada di dunia. Bakar istimewa kamu, pasti juga ada hubungannya dengan jalan yang kamu tempuh.” —hal. 90

Bakat dan Semangat, siapa yang setuju kalau kedua kata itu saling berhubungan?
Semangat tanpa bakat, tidak ada gunanya dan sia-sia. Begitu pula jika mempunyai bakat tapi tidak punya semangat untuk mengembangkannya. Bakat itu juga akan terbengkalai sia-sia juga. Jadi Bakat dan Semangat itu sangat berkaitan mesti punya arti yang berbeda.

Begitu pula yang dialami dua tokoh dalam novel ini. Candu dan Rohan. Candu, adalah seorang barista hebat di kedai KopiKasep, yang menganggap dirinya lebih punya semangat daripada bakat. Sedangkan, Rohan adalah seorang gadis SMA yang memiliki bakat menghafal rumus-rumus Fisika sejak lahir atau yang biasa disebut Si-nestesia.

“Karena dia adalah orang pertama yang mengajak saya mengobrol dengan pantas, seperti halnya dia menjadi orang pertama yang membuatmu memperhatikan hal selain kopi.” —hal. 192

Mereka berdua bertemu di kedai KopiKasep tempat Candu berkerja. Basa-basi singkat yang akhirnya menjalar menjadi obrolan yang wajib bagi Candu. Dia merasa Rohan berbeda. Dia nyebelin, aneh, dan tentunya cantik, walaupun awalnya kaku dan jarang bersenyum. Apalagi Rohan sangat tidak menyukai kopi, karena dia selalu memesan Raspberry ices tea. Candu selalu penasaran dengan gadis itu, karena Rohan sempat menawarkan untuk menukar bakatnya dengan semangat Candu.

“Nggak ada rasa yang cuma satu. Di balik benci pasti ada cinta, di balik cuek pasti ada sayang, masa di balik pahit aja nggak bisa ada rasa manis? Makanya, kamu harus tahu cara menikmatinya dulu. Hidup juga sama kayak kopi, kerasa pahit kalau nggak tahu cara menikmatinya.” —hal. 118

Selain itu, tanpa bisa dicegah sebuah cinta akan selalu muncul tanpa bisa dihentikan, tanpa bisa kita hindari. Serry, Candu, Rohan, Winona dan juga Satrya. Mereka harus mengakui kalau memang merasakannya. Serry dengan Candy, Candy dengan Rohan, serta Satrya yang memang sudah mencintai Winona lama. Tapi selalu ada yang tidak merasakannya, yaitu Candu. Ya, dia tidak peka terhadap perasaan itu. Dia juga merasakannya, cinta itu, tapi tidak tahu apa artinya. Karena bukan itulah tujuannya, dia sangat mencintai kopi, sehingga cinta itu tertutupi oleh kecintaannya dengan kopi.

“kamu nggak mungkin tahu apa itu lenyap kalau tidak pernah menemukannya sejak awal. Kamu boleh sadar kalau kamu cinta saat itu ada, tapi kesadaran saat tiada itu seperti panah yang melesat dari jauh dan menusuk kepala. Tak terdengar, hanya langsung sakit.” —hal. 188

Sebenarnya tokoh dalam novel ini tidaklah hanya mereka berdua. Ada Satrya, Winona, Serry, dan juga Nino. Mereka adalah pengawai KopiKasep serta patner Candu dalam mengikuti NBT (Nusantara Barista Tournament). Ceritanya pun nggak melulu tentang cinta, karena tema novel ini sendiri adalah tentang passions. Bagaimana kita menggapai passions itu. Begitulah yang coba disampaikan penulis lewat novel 28 detik ini.

Kebanyakan adegan berlatar di kedai KopiKasep serta kesibukan masing-masing tokohnya. Bagaimana cara membuat kopi dan suasana di kedai KopiKasep serta kehadiran Rohan. Awal membaca, agak bingung juga karena menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu Aku. Okay, yang saya bingungkan itu adalah siapa Aku dalam novel ini. Sempat mengira mungkin Aku dalam novel ini adalah seorang perempuan, entah bernama siapa.

Tapi setelah membaca lebih lanjut, saya baru nggeh kalau aku dalam novel ini adalah sebuah benda.  Mesin espresso. Simoncelli. Itulah namanya, pemberian dari Candu. Padahal penulis sudah menjelaskan diawal cerita, tapi saya baru nggeh-nya waktu dipertengahan. Yess, itu membuat saya langsung terkejut. Mungkin yang pernah membaca novel ini juga merasakan hal yang sama seperti saya.

Konflik yang disajikan penulis pun tidak hanya masalah romance, sebagian besar adalah konflik para tokoh dalam menghadapi kompetisi NBT. Karakter para tokohnya yang memang berbeda-beda membuat cerita dalam novel ini semakin semarak. Sebut saja Winona yang memang suka berteriak-teriak, lalu Candu yang selalu mengoceh menyemarakkan suasana KopiKasep, Satrya dengan sifat kalem dan tenangnya, Serry yang murah senyum, dan Nino yang setia duduk di meja kasir dan nyaris tidak berbicara sepatah kata pun. Tidak lupa, penghuni baru KopiKasep, Rohan dengan buku-bukunya di sudut. Meskipun begitu, sebagian jalan ceritanya bisa ditebak dengan mudah. Jadi saya tidak kaget jika ternyata yang mengkhianati Candu adalah Rohan. Uppss, spoiler…

“Nggak ada yang lebih pengertian dari kopi. Ia selalu ada kapan pun kita butuh. Dan, ia nggak pernah rewel, nggak pernah ngambekan. Ia juga wangi dan hangat. Sempurna banget, kan?” —hal. 197

0 komentar:

Posting Komentar

 

Miss Romances Book Published @ 2014 by Ipietoon